Pengujiandan Sampling di Industri Pangan Di industri pangan, pengujian setiap unit dalam lot tidak mungkin dilakukan karena umumnya uji mikrobiologi bersifat destruktif atau menyebabkan bahan rusak serta memerlukan biaya yang mahal. Oleh karenanya perlu dilakukan sampling.

Posted by haryvedca on July 7, 2010 I. PENDAHULUAN Organisasi pangan dan pertanian PBB FAO pada tahun 1984 menerbitkan suatu seri pedoman pengawasan mutu makanan ā€œManual 14/5, Food inspection yang digunakan sebagai pedoman pemeriksaan makanan. Pedoman tersebut memuat uraian tentang pengambilan sampel makanan dan teknik pemeriksaan pabrik yang sangat bermanfaat sebagai bahan pelajaran teknik pengambilan dan pemeriksaan contoh. Indonesia melalui Departemen Perindustrian telah mengadopsi pedoman pengambilan contoh yang dikeluarkan oleh FAO dan telah disahkan oleh Badan Standarisasi Nasional BSN yang terdiri dari dua jenis yaitu SNI 0429-1989-A tentang Petunjuk Pengambilan Contoh Cairan dan Semi Padat dan SNI 0428-1989-A tentang Petunjuk Pengambilan Contoh Padatan. Dikarenakan pengambilan sampel dalam pengujian produk pangan adalah penting maka pengambilan sampel dimaksukkan dalam salah satu prinsip Good Laboratory Practice GLP. Beberapa faktor penting dalam pengambilan contoh meliputi Petugas Pengambil Contoh PPC, prosedur pengambilan contoh, alat pengambil contoh dan administrasi pengambilan contoh. Modul Pengambilan Contoh ini dimaksudkan untuk memberikan prinsip-prinsip umum petunjuk untuk pengambilan sampel dan pengetahuan teknis mengenai pengambilan sampel sesuai dengan referensi baik yang bersumber pada FAO, BSN ataupun referensi lain. Penyusunan model pengambilan contoh ini didasarkan pada Standar Kompetensi Kinerja Nasional Indonesia SKKNI Kode Unit dengan Judul Unit Menetapkan Program Sampling. Pengambilan sampel dalam modul lebih diarahkan pada pengambilan sampel untuk tujuan inspeksi produk pangan. b. Tujuan 1. Peserta pelatihan dapat menetapkan program sampling sesuai dengan standar pengambilan sampel SNI pengambilan Sampel, MILSTAND 105 E atau Codex AQL 6,5 2. Peserta pelatihan dapat menerapkan program pengambilan sampel untuk pengambilan sampel produk pangan bahan padat. This entry was posted on July 7, 2010 at 851 am and is filed under Pengujian Mutu. Tagged Pengambilan sampel, Pengambilan sampel dalam pengujian produk pangan, produk pangan, sampel dalam pengujian. You can follow any responses to this entry through the RSS feed. You can leave a response, or trackback from your own site. Secarasederhana, penentuan kadar air didapatkan dari selisih berat produk setelah dilakukan pengeringan. Terdapat 3 jenis uji kadar air yang bisa dilakukan: 1. Untuk contoh cairan/metode Xylol 2. Untuk contoh padatan/metode oven 3. Metode Karl Fischer pH (derajat asam) Cairan/Padatan Aktifitas Air (Actified Water/AW) Asam Sianida/HCN (kuantitatif)
Thursday, 21 July 2022 Apa saja parameter kontrol kualitas untuk produk makanan dan minuman? Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI Nomor 2891 Tahun 1992, terdapat beberapa poin parameter yang harus diuji yang beberapanya telah dibahas di artikel sebelumnya seperti kadar air, protein, lemak dan pH. Selain keempat parameter tersebut, terdapat parameter lainnya seperti mineral dan serat. Namun, bagaimana cara pengujiannya berdasarkan SNI Nomor 2891? Adakah cara strategis yang dapat dilakukan untuk mengefisienkan serta mengoptimalkan analisa yang dilakukan? Artikel ini akan membahas cara pengujian serta cara strategis untuk mengoptimalkan pengujian parameter mineral dan serat. Dalam konteks label gizi, produsen harus mencantumkan kandungan gizi yang terkandung dalam makanan seperti protein, lemak, dan tidak terkecuali untuk parameter lainnya seperti serat kasar, mineral dan kadar garam. Dikutip dari bahwa salah satu tujuan adanya label pada kemasan adalah agar konsumen dapat mengetahui isi kandungan produk makanan tanpa membuka kemasan. Dalam hal ini, analis perlu memastikan nilai yang tercantum dalam label gizi telah sesuai, sehingga diperlukan pengujian yang cermat dan optimal agar terjadi kesesuaian antara hasil uji dan nilai gizi yang tercantum dalam label gizi. Kadar Abu / Mineral Dalam pengujian pangan, kadar abu didefinisikan sebagai total zat anorganik atau total mineral yang terkandung dalam suatu bahan pangan. Mineral adalah mikronutrien yang menjadi pelengkap gizi dalam makanan guna untuk membentuk enzim - enzim yang berguna untuk pencernaan sehingga mineral dibutuhkan oleh tubuh secara berkala. Mineral dibagi menjadi 4 tipe berdasarkan bentuknya, yakni Garam organik seperti garam - garam asam malat, oksalat, asetat, pektat; Garam anorganik seperti fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat; Senyawa kompleks klorofil-Mg, pektin-Ca, mioglobin-Fe, dan Kandungan abu dan komposisinya tergantung macam bahan dan cara pengabuannya​ Namun, mikronutrien seperti mineral pun hanya sedikit dibutuhkan oleh tubuh sehingga jumlahnya dalam produk pangan harus dikontrol agar tidak berdampak pada tubuh manusia yang mengkonsumsinya serta, termasuk pada biaya produksi cost. Dikutip dari Nestle Nutrition Institute bahwa kelebihan mineral pada salah satu produk pangan justru dapat membahayakan tubuh manusia yang mengkonsumsinya. Salah satu jenis mineral yang dijelaskan yakni, zat seng Zinc/ Zn yang jika jumlahnya berlebihan dalam tubuh, dapat menyebabkan terganggunya penyerapan zat tembaga, serta dapat mengganggu sel darah merah maupun sel darah putih hingga merusak sistem kekebalan tubuh. Secara prinsip, zat seng berperan sebagai zat koenzim untuk lebih dari 200 enzim yang berperan dalam proses metabolisme yang berkaitan dengan proses sintesis maupun pemecahan karbohidrat, protein, lemak dan asam nukleat. Selain itu, zat seng juga berperan penting dalam proses replikasi sel, kekebalan tubuh, penglihatan, menangkal radikal bebas, mempengaruhi nafsu makan dan fungsi indera pengecapan maupun kesehatan tulang, perkembangan fungsi reproduksi dan pembentukan sel sperma pada laki - laki, perkembangan janin pada wanita hamil serta kondisi bayi yang akan dilahirkan. Jenis mineral lainnya yang sangat dibutuhkan oleh tubuh adalah zat besi Iron/ Fe dan Yodium Iodium/I. Dalam tubuh, zat besi berperan sebagai salah satu zat pembentuk hemoglobin sel darah merah yang berfungsi membawa oksigen dari paru - paru ke seluruh tubuh, sebagai pembawa elektron pada sel, membentuk enzim yang dibutuhkan untuk produksi energi seluler, berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh dan fungsi otak. Meski kebutuhannya tidak sebanyak zat besi, yodium juga berperan penting dalam proses sintesis kelenjar tiroid yang berfungsi untuk mengatur suhu tubuh, metabolisme dasar, reproduksi proses pertumbuhan dan perkembangan serta pembentukan sel darah merah dan untuk menjaga fungsi otot dan saraf. Jika kelebihan Zinc dapat menyebabkan beberapa gangguan pada tubuh, maka kelebihan zat besi dan yodium juga dapat mengganggu fungsi tubuh. Jika jumlah zat besi berlebih akan tumbuh gejala seperti nyeri sendi, lemah dan lesu, periode menstruasi yang terhenti tiba - tiba, serta sakit perut, lebih jauh lagi, kelebihan zat besi juga dapat menyebabkan kerusakan hati hingga gagal ginjal bahkan perubahan warna kulit akibat penumpukan zat besi. Pada kasus kelebihan yodium, seseorang justru dapat menyebabkan penyakit hipertiroidisme yang dapat berakibat pada berbagai komplikasi. Oleh karena itu, kadar mineral haruslah memenuhi persen angka kecukupan gizi AKG yang direalisasikan sehingga diperlukan pengujian terhadap kadar mineral pada bahan ataupun produk makanan dan juga update pada label gizi. Pengujian Mineral biasanya dilakukan dengan beberapa metode yakni dengan menggunakan metode thermogravimetri thermogravimetry secara mandiri atau dikombinasikan dengan metode lain seperti spektrofotometri ataupun titrimetri untuk menguji mineral secara individu. Dalam beberapa kasus, pengujian ini dibagi menjadi beberapa parameter yakni kadar abu total, kadar abu sulfat, abu tak larut dalam asam, silikat serta kealkalian abu. Adapun metode pengabuan yang dapat digunakan adalah pengabuan kering dan pengabuan basah. Metode pengabuan kering dilakukan dengan menggunakan tanur listrik furnace pengabuan dimana sampel dibakar pada suhu antara 500 - 600 C yang bertujuan untuk menganalisa kadar abu, sedangkan metode pengabuan basah dilakukan dengan cara destruksi menggunakan oksidator kuat seperti asam kuat yang lebih diperuntukkan untuk pengujian mineral secara individu. A. Kadar Abu Total dan Silika serta Cara Pengujiannya Kadar abu total adalah total seluruh zat anorganik yang tersisa setelah proses pengabuan. Selain digunakan sebagai parameter penentu nilai gizi, kadar abu total juga digunakan untuk menentukan baik atau tidaknya kualitas suatu proses pengolahan serta mengetahui jenis bahan - bahan yang digunakan. Dalam pengerjaannya, sampel ditimbang pada neraca analitik dimana bobot sampel yang umumnya digunakan berkisar 2 - 5 gram. Sampel kemudian dimasukkan dalam cawan porselen dan dipanaskan dalam tanur listrik furnace hingga waktu tertentu. Ada baiknya agar sampel yang digunakan telah kering agar proses pengabuan berlangsung optimal dan tidak menyisakan zat arang/karbon. Beberapa metode mungkin menyarankan untuk melakukan pemanasan secara perlahan dengan menggunakan metode ramping agar pengabuan yang dilakukan lebih optimal, dan biasanya jika suhu target pengabuan adalah 550oC, maka tahap awal pemanasan akan dilakukan pada suhu 300oC. Jika telah dihasilkan abu, maka cawan dapat disimpan dalam deksikator agar dicapai bobot yang stabil. Mengapa? Hal ini karena uap air yang terkandung dalam udara bisa saja langsung terserap pada abu yang menyebabkan bobot tidak stabil. Analisa kemudian dilanjutkan dengan menimbang bobot abu yang telah didinginkan dan membandingkannya dengan bobot cawan kosong sehingga didapat kadar abu total menggunakan rumus 1. Rangkaian perlakuan ini dapat diilustrasikan pada Gambar 1. Dimana W adalah bobot sampel sebelum diabukan gram; W1 adalah bobot sampel dan cawan setelah diabukan gram; W2 adalah bobot cawan kosong gram. Gambar 1. Alur Pengujian Kadar Abu Total Pada uji silika Si, uji ini dapat dilakukan sebagai pengujian lanjutan dari kadar abu total dimana abu yang dihasilkan dari proses pengabuan ditambahkan larutan asam kuat seperti asam sulfat H2SO4 dan asam fluorida HF dan dilanjutkan dengan proses pengabuan kembali. Penambahan asam ini dimaksudkan untuk menghilangkan pengotor - pengotor sehingga yang tersisa adalah silika. Setelah diabukan kembali, bobot hasil abu yang telah didinginkan kemudian ditimbang dan dihitung dengan menggunakan rumus 2. Dimana, W adalah bobot sampel sebelum diabukan gram; W1 adalah bobot sampel sebelum ditambah HF gram; W2 adalah bobot sampel setelah ditambah HF gram. B. Kadar Abu Sulfat , Abu Tak Larut Asam dan Kealkalian Abu serta Cara Pengujiannya Pada prinsipnya, pengujian abu dimulai dengan tahap yang sama yakni proses pengabuan dengan menggunakan tanur listrik atau furnace. Yang membedakan antara satu dan lainnya adalah proses lanjutan setelah terbentuknya abu. Pada Abu sulfat, uji ini dilanjutkan dengan penambahan asam sulfat pekat kemudian dipijarkan kembali dalam tanur listrik. Penambahan asam sulfat ini dimaksudkan untuk mengendapkan mineral sebagai endapan garam sulfat. Sedikit berbeda dengan abu sulfat, untuk kadar abu tak larut dalam asam diuji dengan menambahkan asam klorida HCl dan asam nitrat HNO3 pekat pada sampel abu yang diikuti dengan proses penyaringan. Residu yang tersaring kemudian dipijarkan kembali dalam tanur listrik atau furnace dan didinginkan dalam desikator. Baik kadar abu sulfat maupun kadar abu tak larut asam, keduanya dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut Dimana W adalah bobot sampel sebelum diabukan gram; W1 adalah bobot sampel dan cawan setelah treatment gram; W2 adalah bobot cawan kosong gram. Kealkalian abu menunjukkan adanya unsur - unsur atau mineral - mineral yang menyebabkan kebasaan, seperti natrium Na, kaliumK, kalsium Ca dan magnesium Mg dimana unsur - unsur ini memiliki kelarutan tinggi dalam air. Oleh karena itu, pengujian kealkalian abu dilakukan dengan melarutkan abu dalam air yang dibantu dengan penambahan oksidator seperti peroksida dan asam klorida encer yang disertai dengan pemanasan lebih lanjut pada penangas air. Larutan yang dihasilkan kemudian disaring dan dititrasi dengan larutan NaOH yang telah distandarisasi menggunakan indikator phenolphtalein PP sehingga nilai kealkalian abu dapat dihitung dengan rumus Keterangan V1 adalah Volume hasil penitaran sampel mL; V2 adalah Volume hasil penitaran blanko mL; N adalah Normatilas NaOH N; w adalah bobot sampel yang dianalisa gram. Dari penjelasan yang telah dipaparkan, pengujian kadar abu memang memiliki tantangan tersendiri dimana terkadang proses pengabuan sampel kurang optimal sehingga hasil abu masih bercampur dengan karbon arang. Di sisi lain, terdapat sampel - sampel yang mungkin tergolong sensitif sehingga tidak bisa menggunakan pemanasan pada suhu tinggi secara langsung dan membutuhkan 2 tahap pembakaran. Dalam kasus - kasus seperti ini, penggunaan alat tanur listrik atau furnace yang dilengkapi dengan program otomatis dapat sangat membantu analis dalam proses analisa. Lebih lanjut biasanya tanur listrik furnace otomatis sudah dibekali dengan program ramping yang memungkinkan analis untuk mengatur 2 sampai lebih suhu target dalam satu program sehingga lebih praktis dan mudah untuk analis. Beberapa alat tanur listrik furnace mungkin dibekali dengan interface berupa USB port yang memungkinkan analis untuk mengirim dan mendapatkan data monitoring selama analisa secara tertulis. Dalam kasus uji kealkalian abu, alat titrator otomatis automatic titrator mungkin bisa dijadikan sebagai alternatif agar analisa yang dilakukan lebih objektif, akurat dan presisi, serta lebih efektif dari segi waktu maupun biaya per analisa cost per analysis. Serat Dalam produk makanan, terdapat dua jenis serat yang perlu dipantau kadarnya, yakni serat pangan dan serat kasar. Secara definisi serat pangan atau dietary fiber adalah bagian pangan nabati yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim - enzim pencernaan, sedangkan serat kasar atau crude fiber adalah komponen sisa hasil hidrolisis atau bagian yang tidak dapat dihidrolisis secara kimiawi. Cakupan serat pangan atau dietary fiber meliputi selulosa, hemiselulosa, lignin, oligosakarida, pektin, gum dan lapisan lilin, sedangkan zat - zat yang termasuk serat kasar adalah hemiselulosa, selulosa dan lignin. Meski kebanyakan makanan memiliki kadar serat pangan yang lebih tinggi, namun pada beberapa makanan khusus justru memiliki kadar serat kasar yang tinggi. Hal ini karena bila ditinjau dari segi kalori, serat kasar memiliki kalori dan kadar gula yang rendah sehingga berfungsi dapat mengurangi resiko obesitas. Secara fungsi, serat memiliki banyak manfaat seperti mengontrol berat badan, menanggulangi penyakit diabetes, mencegah gangguan gastrointestinal dan kanker kolon serta mengurangi resiko kolesterol tinggi dan penyakit kardiovaskular. Namun hal ini dapat berdampak sebaliknya jika kadar serat terlalu berlebih, gejala seperti kembung dan kram perut, dehidrasi, mual, turunnya berat badan hingga sembelit dan penyumbatan pada usus besar. Oleh karena itu, kontrol terhadap kadar serat wajib dilakukan oleh para pelaku industri pangan. A. Serat Pangan Dalam pengujian serat pangan, pengujian dilakukan dengan menggunakan metode metode kombinasi antara metode enzimatik dan metode gravimetri. Dalam hal ini penggunaan enzim seperti alpha-amylase dan amyloglucosidase. Prinsip metode enzimatik ini adalah dengan memecah serat pangan, mineral dan protein pada sampel menggunakan enzim yang dilanjutkan dengan pengendapan serat pangan dengan menggunakan etanol. Dalam analisanya, pH dan suhu selama analisa perlu diperhatikan untuk kinerja enzim yang optimal dimana suhu dan pH yang diperlukan untuk uji ini berkisar pada 95 - 100 C dan pH 6 untuk inkubasi proses enzimatik dengan enzim alpha-amylase, sedangkan suhu 60 C dan pH ± untuk inkubasi proses enzimatik dengan enzim amyloglucosidase. Hasil dari keseluruhan proses ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus Keterangan CSR adalah Bobot sampel terkoreksi gram; TDF adalah Total Dietary Fiber atau total serat pangan %. Untuk menjalankan metode ini, beberapa alat mungkin dibutuhkan seperti alat inkubasi enzimatik, pH meter, penangas air, termometer, oven, desikator serta neraca analitik. Oleh karena itu, analis perlu mengumpulkan berbagai referensi alat yang dapat digunakan. Salah satu contoh alat inkubator enzimatik ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2. Contoh Alat Serat Pangan A Inkubasi Enzimatik B Filtrasi Enzimatik B. Serat Kasar Pada prinsipnya, serat kasar didapatkan dari residu hasil hidrolisis sampel dalam larutan asam dan basa. Hidrolisis ini dimungkinkan untuk dilakukan secara manual maupun dengan menggunakan bantuan instrument analisa. Secara garis besar, pengujian serat kasar didasarkan pada metode gravimetri, yakni perbandingan bobot sebelum dan setelah proses hidrolisis diaplikasikan. Dalam Standar Nasional Indonesia Nomor 2891 Tahun 1992 disebutkan bahwa serat kasar dapat diuji dengan mengekstrak sampel menggunakan metode sokletasi ataupun pengadukan secara manual terlebih dahulu yang tujukan untuk menghilangkan lemak pada sampel. Sampel yang telah bersih dari lemak kemudian dihidrolisis dengan basa kuat dan asam kuat secara bergantian dan disaring menggunakan kertas saring yang dilanjutkan dengan proses pengeringan pada oven dan pengukuran bobot pada neraca analitik sehingga kadarnya dapat dihitung dengan rumus berikut Dimana, W1 adalah bobot residu hasil pengabuan gram; W2 adalah bobot residu yang tertinggal pada kertas saring gram. Selain metode yang disebutkan oleh SNI, terdapat metode lain yang serupa yakni metode Weende yang memiliki prinsip hampir sama dengan metode yang disarankan oleh SNI. Metode ini disarankan oleh Perbedaannya hanya pada penggunaan reagen dan adanya penambahan tahap pengabuan pada furnace agar didapatkan hasil yang optimal. Secara urutan, metode Weende dimulai dengan melakukan hidrolisis sampel yang telah dipreparasi dengan larutan asam sulfat dan air, serta penambahan zat antifoam untuk mengurangi busa yang terbentuk. Sedikit berbeda, jika pada metode SNI menggunakan basa yang lebih kuat yakni natrium hidroksida NaOH, namun pada metode Weende digunakan basa yang lebih lunak yakni kalium hidroksida KOH untuk mengurangi efek eksotermik pada sampel yang menyebabkan lonjakan suhu. Hasil hidrolisis kedua ini kemudian diberi perlakukan dengan pemanasan dalam oven dan juga pengabuan dalam tanur listrik furnace yang dilanjutkan dengan tahap pendinginan dan perbandingan bobot secara gravimetri. Hasil serat kasar kemudian dihitung dengan menggunakan rumus Dimana F1 adalah bobot sampel kering setelah pemanasan oven; F2 adalah bobot sampel setelah proses pengabuan; F0 adalah bobot sampel sebelum analisa Dalam kasus analisa serat, pengujian dapat dilakukan secara konvensional atau dengan menggunakan bantuan alat. Kelebihan dari penggunaan instrumen adalah uji yang lebih efisien dari segi waktu maupun penggunaan reagen per analisa sehingga biaya per analisa relatif lebih rendah. Selain itu, penggunaan instrumen juga lebih memudahkan analis karena praktis, fleksibel serta lebih aman dibandingkan menggunakan cara konvensional sehingga analisa yang dilakukan lebih optimal dan analis ataupun operator yang melakukan pengujian lebih terjamin keamanannya. Oleh karena itu, penggunaan alat hidrolisis serat dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk pengujian serat. Contoh tampilan alat hidrolisis serat ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3. Contoh Tampilan Alat Pengujian Serat Kasar A Ektraktor Lemak B Hidrolisis Serat Kasar Dari penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa analisa kadar abu dan serat penting untuk label gizi pada produk pangan. Selain itu, analisa kadar abu maupun analisa serat dapat dilakukan secara konvensional maupun cara modern. Namun penggunaan cara modern jauh lebih menguntungkan dibandingkan cara konvensional sehingga penggunaan cara modern dapat dijadikan sebagai alternatif agar hasil uji lebih optimal, efisien dan aman. Referensi Andini, Widya Citra. 2021. Kelebihan Zat Besi, diakses pada Hari Senin Tanggal 18 Juli 2022 Pukul WIB Badan Standardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia SNI 01-2891 Tahun 1992 tentang ā€œCara Uji Makanan dan Minumanā€ Fadri, dr. Rizal. 2020. Mitos atau Fakta Kelebihan Yodium sebabkan Hipertiroidisme, diakses pada Hari Senin Tanggal 18 Juli 2022 Pukul WIB Kaderi, Husin. 2015. Arti Penting Kadar Abu Pada Bahan Olahan, diakses pada Hari Senin Tanggal 18 Juli 2022 Pukul WIB Mulato, Sri. 2020. Jabaran Mutu Kriteria Kopi Bubuk 01-3542-2004, diakses pada Hari Kamis Tanggal 21 Juli 2022 Pukul WIB Nestle Nutrition Institute. 2022. Vitamin dan Mineral yang Berlebihan dalam Makanan Mengakibatkan Jutaan Anak Beresiko, diakses pada Hari Senin, Tanggal 18 Juli 2022 Pukul WIB Santoso, Agus. 2011. Serat Pangan Dietary Fiber dan Manfaatnya bagi Kesehatan, diakses pada Hari Kamis Tanggal 21 Juli 2022 Pukul WIB Tim Food Technology BINUS University. 2015. Mikronutrien Sedikit Tapi Penting, diakses pada Hari Senin, Tanggal 18 Juli 2022 Pukul WIB Previous Article PENENTUAN TOTAL NITROGEN DI WWTP Monday, 11 July 2022 VIEW DETAILS Next Article Water Purifier untuk Industri Minyak Goreng Sawit Friday, 22 July 2022 VIEW DETAILS
Melaluimata kuliah pengendalian mutu produk pangan (PMP), dapat diketahui pangan tersebut diterima atau tidak di masyarakat, lewat uji penerimaan atau uji sensori. Menurut Dosen Fakultas Biologi UKSW, Dra Lusiawati Dewi MSc, mengatakan uji tersebut dinamakan uji hedonik, sebuah pengujian dalam analisa sensori organoleptik. Pengujian sampel, petugas laboratorium, adalah ibarat jantung dalam tubuh atau dapur dalam suatu rumah. Oleh karenanya, peranan pengujian ini dalam dalam mendukung pengawasan obat dan makanan di Indonesia adalah vital, tidak dapat dianggap sebelah zaman dan teknologi ternyata telah memberikan dampak positif terhadap perkembangan produksi obat dan makanan yang sangat pesat di dunia. Oleh sebab itu, peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia SDM menjadi tantangan nomor wahid. Ditemukan dan diproduksinya berbagai macam bahan tambahan pangan baik sintesis maupun alami, berbagai teknik sterilisasi makanan, aplikasi bioteknologi seperti teknologi modifikasi organisme berbasis molekular, dan lain sebagainya menyebabkan pentingnya seorang penguji laboratorium untuk meningkatkan kompetensinya terkait produk-produk dalam ruang lingkup pengujian mereka. Hal ini penting untuk dapat mengetahui potensi ketidakamanan suatu produk yang dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang termasuk proses produksinya, yang kemudian akan menentukan arah pengembangan metode pengujian yang diperlukan untuk mendeteksi tingkat ketidakamanan tersebut dan/atau potensi pemalsuan suatu produk. Tentu saja pengembangan metode pengujian tersebut harus jalan beriringan dengan standar keamanan yang dipersyaratkan untuk suatu produk. ā€œMelompatā€ atau Jalan di TempatPenguji laboratorium harus berupaya ā€œmelompatā€ untuk mengejar ketinggalan atau update dengan perkembangan terkini di negara-negara maju. Jika pada metode tertentu tidak tersedia metode Internasional dan nasional yang sesuai, maka penguji harus mencari atau memodifikasi metode yang cocok untuk dikembangkan di laboratorium. Untuk produk tertentu, harmonisasi metode sangat diperlukan untuk mencegah perbedaan hasil antar laboratorium. Berbagai perkembangan teknologi diyakini mampu mengatasi permasalahan pangan dan kesehatan di dunia. Berdasarkan Prianto et al. 2017, ketidakseimbangan jumlah penduduk di dunia dan ketersediaan pangan memicu dikembangkannya Genetically Modified Organism GMO. Herawati 2016 dalam tulisannya menyebutkan bahwa semakin bervariasinya penyakit pada masyarakat modern, memunculkan pengembangan produk biofarmasi berupa rekombinan protein terapetik, antibodi dan hormon menggunakan sel-sel hidup dengan memanfaatkan teknologi DNA rekombinan. Sejalan dengan perkembangan produk biofarmasi, penelitian terhadap aplikasi stem cell untuk berbagai terapi pengobatan penyakit, salah satunya seperti yang dilaporkan Zakrzewski et al. 2019, atau teknik pengeditan genom berbasis molekuler yang ditemukan hampir sepuluh tahun lalu digadang-gadang sangat berpotensi untuk diterapkan dalam bidang pertanian produksi GMO, farmasi dan pengobatan seperti pada pengobatan cancer, infeksi virus hingga mengatasi masalah mikroorganisme yang resisten terhadap antibiotik, seperti yang dilaporkan oleh Li et al. 2020 dan Gholizadeh et al. 2020. Teknik pengeditan genom bahkan diklaim mampu diaplikasikan untuk memodifikasi calon bayi yang ingin dilahirkan seperti ingin bermata birukah, ingin berhidung mancungkah atau menghilangkan berbagai penyakit keturunan yang tentu saja telah memunculkan banyak kontra karena melanggar etika dan hak asasi calon bayi tersebut, walau tidak sedikit pula yang mendukung. Penelitian aplikasi bioteknologi tersebut sudah banyak sekali dilakukan, beberapa juga sudah beredar dan selebihnya mungkin hanya menunggu waktu yang tepat untuk meluncur kehadapan publik. Beberapa contoh tersebut memang berbau klinis, namun siapapun yang akan mengawasi keamanannya haruslah mulai bersiap-siap. Peningkatan Kapasitas LaboratoriumSetelah dikuasainya ilmu, peningkatan kapasitas laboratorium seperti pemenuhan kebutuhan alat, pereaksi dan baku pembanding menjadi tantangan selanjutnya. Penentuan spesifikasi alat akan bergantung pada pengetahuan yang dimiliki oleh user, dalam hal ini penguji. Namun, beberapa masalah klasik seperti tersedia atau tidaknya anggaran dan proses pengadaan barang atau jasa sedikit banyak juga akan mempengaruhi. Perencanaan yang baik merupakan kunci mengatasi kedua masalah klasik alat, pereaksi dan baku pembanding untuk mengakomodir pengujian semua jenis produk yang beredar akan berimbas pada membengkaknya anggaran negara yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, kapasitas laboratorium harus ditingkatkan se-efektif dan se-efisien mungkin tanpa harus mengurangi kualitas dan kuantitas pengawasan obat dan makanan di Indonesia. Untuk Instansi pemerintah yang memiliki banyak cabang yang tersebar di seluruh Indonesia, regionalisasi laboratorium mungkin menjadi pilihan yang paling tepat seperti yang akan dilaksanakan oleh BPOM. Balai Besar atau Balai POM dan Loka akan dikelompokkan dalam beberapa grup yang masing-masing kelompok akan bertanggung jawab atas beberapa ruang lingkup pengujian tertentu atau berbeda, sehingga mereka tidak harus membeli alat atau menguji produk yang sama dan dapat saling melengkapi satu sama lain. Indonesia dengan bentuk negara kepulauannya akan menjadi tantangan tersendiri. Metode sampling dan pengiriman sampel yang tepat serta sistem pelaporan yang mumpuni tentu harus disiapkan. Secara umum, semua masalah tersebut mungkin terjadi pada seluruh laboratorium pengujian yang ada di Indonesia, yang membedakannya mungkin hanya ruang lingkup pengujiaannya saja. Oleh sebab itu, meningkatkan kualitas jejaring yang sudah ada dengan laboratorium pengujian obat dan makanan lainnya, dan stakeholder terkait sangat penting untuk mempercepat pemerataan kapasitas laboratorium. Salah satu hal positif yang dapat diperoleh selama pandemi Covid-19 seperti ini yaitu terbukanya kesempatan bagi para penguji untuk dapat meningkatkan kompetensinya. Harus menjaga jarak fisik membuat menjamurnya webinar di seluruh dunia. Jika sebelum pandemi, kesempatan pelatihan hanya menjadi milik satu atau dua orang saja untuk setiap materi dan mungkin hanya beberapa materi yang dapat diakomodir dalam setahun karena mahalnya biaya pelatihan, maka dengan banyaknya webinar gratis telah membuka kesempatan seluas-luasnya bagi setiap orang untuk dapat belajar tanpa batas, minimal menguasai teori dan prinsip keilmuan. Materi webinar yang adapun juga sudah sangat bervariasi. Oleh karena itu, kesempatan ini sebaiknya dimanfaatkan sebaik-baiknya di sela-sela kesibukan yang ada. Marilah bersiap untuk kemajuan pesat ilmu teknologi dan sambutlah dengan gembira hal-hal positif yang dapat mengatasi permasalahan kesehatan di dunia walaupun harus menuntut kita untuk terus belajar dan aktif dalam meng¬-update perkembangan teknologi terkini demi kesehatan masyarakat Indonesia.

CaraMenguji Ketahanan Produk Makanan dan Minuman 1. Daftarkan Produk di Lembaga Terpercaya 2. Pengujian Produk di Laboratorium Metode ASLT Model Arrhenius Metode ASLT Model Kadar Air Kritis 3. Cantumkan Masa Simpan Produk pada Kemasan Mengenal Uji Ketahanan untuk Menentukan Umur Simpan Produk

Sebagai upaya dalam memastikan keamanan suatu produk pangan, terdapat serangkaian pengujian untuk memastikan mutu produk sesuai dengan standar yang ditetapkan. Dalam menjamin keamanan suatu produk pangan ini, peran laboratorium pangan menjadi sangat penting. Laboratorium melakukan pengujian berdasarkan regulasi atau standar yang ada, baik standar nasional maupun internasional. Hasil uji laboratorium digunakan oleh pihak yang memerlukan hasil uji dari pihak ketiga yang terpercaya, yang bebas dari konflik kepentingan. Sesuai Peraturan Pemerintah PP No. 28/2004 Pasal 45, BPOM berwenang melakukan pengawasan keamanan, mutu, dan gizi pangan dengan melakukan pengujian contoh pangan yang beredar. Pengujian sampel ini dilakukan di laboratorium BPOM yang telah terakreditasi dan dengan metode analisa yang telah tervalidasi. Hasil pengujian sampel rutin menjadi salah satu parameter status keamanan dan mutu pangan yang beredar di wilayah Indonesia. Lebih lengkapnya silakan baca di Foodreview Indonesia edisi Maret 2019 Savor the Flavor. Pembelian & Berlangganan hubungi kami langganan / 0251 8372 333 / WA 0811 1190 039 Aplikasi Aplikasi pengujian universal dalam rentang gaya kecil. Produk. Alat uji makanan. Industri makanan juga mencakup berbagai macam aplikasi, mulai dari analisis tekstur hingga pengujian viskositas. ZwickRoell menawarkan alat uji yang sempurna untuk setiap persyaratan pengujian. ke Alat uji makanan. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Ketika datang ke industri makanan dan minuman, penting untuk memiliki sistem yang efektif untuk menandai dan mengkode produk dengan benar. Coding dan marking adalah praktik penting yang memungkinkan produsen makanan dan minuman untuk melacak produk mereka, memastikan keamanan konsumen, dan memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi praktik terbaik untuk coding dan marking pada produk makanan dan minuman, serta pentingnya mengoptimalkan proses ini untuk mencapai hasil yang terbaik. Mari kita mulai!1. Mengapa Coding dan Marking Penting? Keamanan KonsumenCoding dan marking memainkan peran penting dalam menjaga keamanan konsumen. Dengan adanya sistem yang efektif, produsen dapat melacak produk dari tahap produksi hingga penjualan, memungkinkan mereka untuk mengambil tindakan cepat jika terjadi masalah seperti recall produk atau potensi kontaminasi. Dalam industri makanan dan minuman, di mana kualitas dan keamanan sangat penting, coding dan marking menjadi kunci untuk menjaga reputasi merek dan kepercayaan Kepatuhan Regulasi Produk makanan dan minuman harus mematuhi berbagai peraturan dan persyaratan yang ditetapkan oleh otoritas regulasi. Dalam hal ini, coding dan marking diperlukan untuk memenuhi persyaratan pelabelan produk, termasuk informasi nutrisi, tanggal kedaluwarsa, dan kode produksi. Dengan menerapkan praktik terbaik dalam coding dan marking, produsen dapat memastikan bahwa mereka mematuhi semua peraturan yang berlaku dan menghindari sanksi hukum yang dapat merugikan bisnis Praktik Terbaik untuk Coding dan Pilih Metode yang Sesuai Ada beberapa metode coding dan marking yang tersedia, termasuk cetak tinta, tinta laser, dan tinta tahan panas. Pilih metode yang sesuai dengan jenis produk makanan atau minuman yang Anda produksi. Misalnya, produk yang memiliki permukaan licin atau berkilau mungkin memerlukan tinta tahan panas untuk mencapai kualitas cetakan yang Gunakan Tinta Berkualitas TinggiTinta yang digunakan dalam coding dan marking harus berkualitas tinggi dan tahan terhadap kondisi lingkungan yang mungkin terjadi selama transportasi atau penyimpanan. Pastikan untuk memilih tinta yang aman untuk digunakan dalam kontak dengan makanan dan minuman, serta tinta yang tahan air agar tidak luntur atau pudar seiring Tetapkan Kode yang Jelas dan Mudah DibacaKode yang ditandai pada produk harus jelas dan mudah dibaca oleh pihak yang berwenang, termasuk petugas kualitas, pedagang, dan konsumen. Pastikan untuk menggunakan huruf dan angka yang cukup besar dan jelas agar informasi dapat dibaca dengan mudah tanpa harus menggunakan peralatan khusus. Pilihlah gaya tulisan yang sesuai dengan ukuran dan bentuk kemasan produk Anda, sehingga kode dapat terlihat dengan Perhatikan Waktu dan Lokasi PencetakanPastikan waktu pencetakan kode pada produk makanan dan minuman Anda tepat dan konsisten. Tanggal kedaluwarsa dan informasi penting lainnya harus dicetak dengan akurat dan tidak terjadi kesalahan. Selain itu, pastikan lokasi pencetakan kode juga konsisten pada setiap produk. Hal ini memudahkan dalam pelacakan dan identifikasi produk jika terjadi masalah di masa Lakukan Verifikasi dan Pengujian Rutin Selalu lakukan verifikasi dan pengujian rutin terhadap sistem coding dan marking yang Anda gunakan. Pastikan bahwa kode yang dicetak sesuai dengan yang diharapkan, tinta tidak luntur atau pudar, dan peralatan pencetakan berfungsi dengan baik. Dengan melakukan pengujian berkala, Anda dapat menghindari kesalahan dan memastikan kualitas kode yang tercetak pada setiap Pertanyaan Umum1. Apakah coding dan marking hanya penting untuk produsen besar?Tidak, coding dan marking penting untuk semua produsen makanan dan minuman, baik besar maupun kecil. Hal ini membantu dalam melacak produk, menjaga keamanan konsumen, dan memenuhi persyaratan regulasi yang Apakah ada peraturan khusus yang mengatur coding dan marking pada produk makanan dan minuman?Ya, ada peraturan yang mengatur coding dan marking pada produk makanan dan minuman. Misalnya, beberapa negara mewajibkan mencantumkan informasi tanggal kedaluwarsa, kode produksi, dan label nutrisi pada kemasan Apakah ada risiko jika tidak melakukan coding dan marking dengan benar? 1 2 Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Pengujianstabilitas ini harus dilakukan setiap produsen untuk menetapkan tanggal kadaluarsa produknya. Produsen tidak bisa menggunakan tanggal kadaluarsa makanan yang ditetapkan oleh pesaing (competitor). Bahan mentah, teknologi, dan proses yang digunakan oleh pesaing dapat dan kemungkinan besar akan sangat berbeda dari milik produsen. Referensi:
Produk makanan dan minuman tidaklah lepas dari pengujian kualitas, justru pengujian kualitas makanan dan minuman menjadi lebih ketat semenjak pandemi berlangsung. Kebutuhan yang semakin meningkat juga menyebabkan pengujian yang dilakukan haruslah optimal dan efisien baik terhadap hasil maupun waktu analisanya. Salah satu faktor efisien dan optimalnya suatu analisa adalah pemilihan instrument dalam analisa. Lalu seberapa besar pengaruh penggunaan instrumen yang lebih modern dibandingkan instrumen semi atau konvensional pada analisa yang dilakukan? Artikel ini akan membahas instrument yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia SNI nomor 2891 tahun 1992. Makanan bergizi adalah kebutuhan wajib yang harus dipenuhi oleh semua orang. Kekurangan makanan bergizi dapat menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan seperti mudah kedinginan, mudah lelah, penurunan berat badan hingga turunnya daya tahan tubuh. Gizi yang terkandung dalam makanan atau suatu minuman tertentu tentunya tidak lepas dari pemantauan kualitas yang selalu dilakukan oleh produsen. Pemantauan kualitas ini dilakukan dengan melakukan pengujian berbegai parameter pada produk. Adapun parameter uji tersebut disebutkan dalam Standar Nasional Indonesia SNI nomor 2891 tahun 1992, yakni kadar air, kadar abu, protein, lemak, karbohidrat, laktosa, serat kasar, kekentalan, bagian yang tak larut dalam air, kehalusan, NaCl, pH, dan bobot jenis. Penjelasan beberapa pengujian ini dapat simak pada penjabaran dibawah ini. 1. Kadar Air Dalam produk makanan, kadar air berfungsi untuk membentuk dan mempertahankan tekstur makanan, serta berperan untuk menentukan rasa, berat, dan umur simpan dari produk makanan. Jika kadar air berlebih maka tekstur produk akan menjadi lembek, bahkan dapat menyebabkan penggumpalan dan penyumbatan pada pipa selama proses produksi. Semakin besar kadar air dalam produk pangan juga memicu kecepatan bakteri untuk tumbuh yang dapat menyebabkan rusaknya produk. Sebaliknya, jika kadar air dalam suatu produk kurang produk akan cenderung kaku dan mempengaruhi konsistensi produk yang dihasilkan. Estimasi kadar air dari beberapa produk makanan ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Kadar Air Beberapa Produk Makanan Nielsen, 2010 No Makanan Kadar Air % 1 Yogurt , tanpa rasa dan rendah lemak 2 Susu, rendah lemak, cair 3 Sereal jagung 4 Mentega asin 5 Biskuit asin Secara umum kadar air ditentukan dengan menggunakan metode termogravimetri thermogravimentry dan titrasi karl fisher Karl Fisher Titration. Metode termogravimetri direkomendasikan dalam Standar Nasional Indonesia SNI serta beberapa official metode seperti pada Association of Official Analytical Chemists AOAC dan Food and Drugs Administration FDA. Pada prinsipnya, metode termogravimetri dilakukan dengan membandingkan bobot sampel sebelum dan setelah pemanasan dilakukan pada sampel. Alat yang digunakan pun beragam, seperti oven, forced draft oven ataupun vacuum oven yang didukung dengan neraca analitik dan desikator, moisture analyzer, microwave analyzer, serta infrared drying oven. Namun dari seluruh alat yang telah disebutkan, alat yang paling umum digunakan adalah oven, forced draft oven ataupun vacuum oven yang didukung dengan neraca analitik analytical balance dan desikator. Alur dari uji kadar air ini dapat dilihat pada Gambar 1 dan hasil kadar air dapat ditentukan dengan rumus dengan W0 adalah berat wadah g W1 adalah berat wadah dengan contoh g W2 adalah berat wadah contoh uji setelah dikeringkan g Gambar 1. Alur Pengujian Kadar Air dengan Metode Drying Oven Sedikit berbeda dengan metode drying oven, metode termogravimetri juga dapat menggunakan alat berupa moisture analyzer, yang ditujukkan pada Gambar 2a. Metode lainnya, yakni metode titrasi Karl Fisher Karl Fisher titration dilakukan dengan menggunakan alat titrator otomatis karl fisher automatic Karl Fisher Titrator dengan prinsip titrasi reduksi-oksidasi redoks antara iodin dan sulfit dengan media berupa metanol dan piridina. Contoh tampilan alat titrator Karl Fisher dapat dilihat pada Gambar 2b. Perbedaan metode ini dengan metode termogravimetri adalah pada penggunaannya dimana metode ini digunakan untuk bahan - bahan pangan yang sensitif terhadap panas seperti sayuran dan buah-buahan kering AOAC method E-G, cokelat AOAC method kopi panggang, minyak dan lemak AOAC method serta makanan dengan kadar air rendah namun memiliki kadar protein atau gula yang tinggi. Reaksi yang terjadi pada saat proses titrasi karl fisher adalah sebagai berikut Gambar 2. Alat Moisture Analyzer a, Alat Titrator Karl Fisher b Selain metode termogravimetri dan metode titrasi Karl Fisher, terdapat metode lainnya yang direkomendasikan oleh Standar Nasional Indonesia SNI nomor 2981 tahun 1992, yakni metode destilasi refluks. Prinsip metode ini didasarkan pada pemisahan zat azeotropik dengan pelarut organik dengan pelarut xylol dan toluena. Metode ini dapat digunakan untuk sampel seperti rempah – rempah AOAC method keju AOAC method dan pakan hewan AOAC method Namun metode ini masih menggunakan alat – alat kaca glassware sehingga masih bersifat manual dan beresiko untuk keselamatan analis karena rangkaian yang mudah pecah. 2. Kadar Protein Analisa kadar protein penting dilakukan untuk pengisian label nutrisi, penentuan harga pada produk, investigasi fungsi sifat, serta penentuan aktivitas mikrobiologi. Analisa ini dilakukan untuk mengetahui total kandungan protein, kandungan protein khusus dalam suatu campuran, kandungan protein selama proses isolasi dan pemurnian protein, non-protein nitrogen, komposisi asam amino, serta nilai nutrisi protein suatu produk. Dalam hal ini, Standar Nasional Indonesia Nomor 2981 Tahun 1992 merekomendasikan metode Kjeldahl dan metode formol untuk penentuan protein. Metode Kjeldahl ditentukan melalui 3 tahap, yakni tahap destruksi, tahap destilasi dan tahap titrasi. Pada prinsipnya, metode ini didasarkan pada pengubahan molekul protein menjadi gas ammonia yang ditangkap oleh asam borat dan ditentukan kadarnya dengan cara titrasi. Metode ini menggunakan reagen berupa asam sulfat pekat H2SO4, Kalium Sulfat K2SO4, dan Tembaga Sulfat CuSO4 pada tahap destruksi, sedangkan pada tahap destilasi digunakan reagen NaOH dan Asam borat dan diakhiri dengan menitar destilat hasil destilasi dengan larutan asam dengan indikator tertentu. Larutan indikator yang biasanya digunakan adalah larutan bromkresol hijau bromcresol green dan metil merah methyl red, beberapa literatur juga menyebutkan bahwa indikator phenolphtalein PP dapat digunakan untuk tahapan titrasi metode Kjeldahl. Persamaan reaksi dari keseluruhan tahapan metode Kjeldahl adalah sebagai berikut Metode ini dijelaskan lebih rinci pada artikel sebelumnya yang memuat uji protein pada produk olahan susu dairy product. Terkait alat yang dapat digunakan untuk metode ini, rangkaian alat kaca glassware tetap dapat digunakan. Namun, banyak analis yang setuju bahwa menggunakan peralatan manual ini kurang efisien karena waktu yang dibutuhkan cukup lama baik dalam proses destruksi maupun dalam proses destilasi dan titrasi. Terlebih lagi, titrasi manual dengan menggunakan buret kaca masih berpotensi terjadinya human error berupa kesalahan paralaks serta hasil yang masih berisfat subjektif dan analis masih harus menghitung kadar protein secara manual beserta dengan estimasi ketidakpastian dari analisa yang dilakukan. Hal ini tentunya berbeda jika metode Kjeldahl dilakukan dengan menggunakan instrument modern, yang mana dalam hal ini alat digester Kjeldahl serta Unit Destilator Kjeldahl UDK dapat digunakan, bahkan terdapat Unit Destilator Kjeldahl UDK yang sudah dilengkapi dengan titrator atau analisa dapat menggunakan automatic titrator pada saat tahap titrasi. Perbedaan rangkaian alat manual dan alat modern untuk metode Kjeldahl ini dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Rangkaian Uji Kjeldahl a Secara Manual, b Modern Adapun kelebihan dan kekurangan pemakaian alat manual maupun modern telah dirangkum pada Tabel 2. Dari Tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan instrumentasi modern untuk metode Kjeldahl dapat dijadikan sebagai referensi karena dapat meningkatkan efisiensi analisa pada sisi waktu maupun akurasi analisa. Tabel 2. Metode Kjeldahl Manual vs Modern Parameter Menggunakan Instrument Cara Manual Efisiensi Waktu Relatif lebih cepat dengan estimasi waktu - Tahap Destruksi ±120 menit - Tahap Destilasi ± 5 Menit - Tahap Destilasi dan Titrasi ± 5 menit Relatif lebih lama dengan estimasi waktu - Tahap Destruksi ± 360 menit - Tahap Destilasi tidak dapat ditentukan pasti optimalnya - Tahap Titrasi ± 10 menit Sifat Hasil Titrasi Objektif Subjektif karena berpotensi terjadinya human error seperti kesalahan paralaks Hasil Muncul Angka pada display Alat dalam % protein, N mg, mg Protein Dihitung dengan perhitungan manual Akurasi Tercantum pada spesifikasi Alat Diketahui melalui perhitungan estimasi ketidakpastian Keamanan untuk analis Lebih aman karena dilengkapi dengan adanya protection guard dan alarm pada alat Lebih beresiko pada analis untuk terpapar residu reagen ataupun pecahnya rangkaian alat. Biaya Relatif lebih mahal Relatif lebih murah 3. Kadar Lemak Selain protein, lemak adalah parameter yang penting untuk dipantau karena jika kadar lemak pada makanan terlalu banyak, maka dapat menyebabkan dampak negatif seperti obesitas, kolesterol tinggi, darah tinggi, penyakit jantung koroner dan lainnya. Oleh karena itu, lembaga kesehatan dunia World Health Organization/WHO menghimbau untuk mengurangi jumlah asupan lemak total hingga kurang dari 30%. Dalam penentuan lemak, salah metode yang direkomendasikan dalam Standar Nasional Indonesia SNI nomor 2891 Tahun 1992 adalah metode ekstraksi pelarut atau sering disebut sebagai metode Sokletasi. Metode ekstraksi ini dilakukan dengan merendam sampel menggunakan pelarut murni dalam suatu siklus tertentu. Metode ini juga menganut prinsip gravimetri dengan membandingkan bobot sebelum dan setelah proses ekstraksi dan pengeringan menggunakan oven. Rumus yang digunakan untuk menentukan kadar lemak dapat ditulis sebagai berikut Meski metode ini sangat umum digunakan, namun metode sokletasi masih tergolong manual, yakni dengan menggunakan rangkaian alat kaca glassware dan hotplate/ heating mentle. Rangkaian alat kaca tersebut terdiri dari labu alas bulat, tabung soklet, batu didih dan kondensor yang dapat ditunjukkan pada Gambar 4. Pada Gambar 4 juga dapat dilihat 1 siklus dalam proses ekstraksi sokletasi. Keseluruhan proses sokletasi ini biasanya dilakukan selama ± 6 jam. Namun hal ini kuranglah efisien jika sampel yang diterima analis terlampau banyak. Tentunya penggunaan instrumentasi modern sangat membantu untuk kebutuhan ini. Gambar 4. Rangkaian Alat Sokletasi Dengan penggunaan instrument, waktu ekstraksi secara keseluruhan yang dibutuhkan hanyalah berkisar ± 2 jam yang mana metode ini disebut sebagai metode Randall. Sedikit berbeda dengan metode sokletasi, metode ini berprinsip pada perendaman pada pelarut panas sehingga ekstraksi Metode ini terdiri dari 3 sampai 5 tahap, yakni tahap perendaman immersion, tahap pencucian washing, tahap pemulihan pelarut serta tahap tambahan seperti tahap pengangkatan sampel removing dan tahap pendinginan. Penjelasan lebih detail terhadap metode ini dapat dibaca pada artikel sebelumnya. Selain efisiensi waktu, keuntungan lainnya adalah pelarut yang digunakan lebih sedikit, pelarut yang telah digunakan pun dapat digunakan untuk jenis sampel yang sama, ekstraksi dapat dilangsungkan pada 3 sampai 6 sampel berbeda, dan lebih aman untuk analis. Adapun keseluruhan tahapan dari pengujian lemak ini ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5. Tahapan Pengujian Lemak dengan Metode Ekstraksi Pelarut 4. pH PH adalah derajat keasaman suatu material atau minus dari logaritma konsentrasi ion hidrogen yang terkandung dalam sampel. Parameter ini sangatlah penting untuk dipantau karena pH merupakan tolak ukur kondisi munculnya kontaminasi bakteri, jamur ataupun mikroorganisme lainnya pada produk yang dapat menyebabkan kerusakan pada tekstur, perubahan rasa, maupun gizi produk terkait. Dalam pengukuran pH sampel makanan dan minuman, disarankan dalam Standar Nasional Indonesia SNI Nomor 2891 Tahun 1992 untuk menggunakan alat pH meter. Namun, perlu menjadi catatan untuk seluruh analis bahwa perlakuan pengujian pH pada setiap sampel makanan dan minuman tidaklah sama. Hal ini dikarenakan setiap makanan dan minuman memiliki variasi bentuk maupun kandungan yang berbeda – beda sehingga kebutuhan elektroda pengukur pH dari masing – masing jenis makanan pun berbeda – beda. Lalu apa yang terjadi jika elektroda yang digunakan tidak cocok incompatible pada makanan yang hendak diuji? Hal ini tentunya dapat menyebabkan pembacaan lambat, siklus dalam elektroda yang tidak teratur akibat terblokadenya junction pada elektroda, atau bahkan dapat menyebabkan munculnya error pada display karena tidak dapat terbacanya aktivitas ion hidrogen H+ pada sampel. Sebagai contoh, pengukuran pH pada produk olahan susu dairy products seperti susu cair membutuhkan elektroda khusus yang memiliki tipe junction annular sleeve sure-flow, sedangkan produk keju lebih disarankan untuk menggunakan elektroda dengan tipe junction keramik ceramic dengan ujung yang tajam spear tip. Hal ini karena partikel – partikel teremulsi pada susu yang bergerak dapat mengakibatkan tersumbatnya atau terblokadenya junction pada elektroda jika elektroda yang digunakan tidak sesuai. Lebih jauhnya terkait pengujian pH pada sampel makanan dapat dibaca di artikel ā€œUji pH pada Makananā€. Sebelum pH meter digunakan pada sampel, alat harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan buffer pH. Larutan pH yang dapat digunakan untuk kalibrasi pH meter pun beragam, yakni dapat menggunakan larutan buffer dengan kode warna buffer color coded atau menggunakan buffer tipe IUPAC. Kalibrasi dapat dilakukan dengan menggunakan 2 sampai 5 titik kalibrasi, bergantung pada regulasi yang diacu oleh analis yang bersangkutan. Namun, titik kalibrasi yang umum digunakan adalah pada pH dan Adapun contoh alat pH meter beserta larutan buffer pH yang dapat digunakan ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 6. Alat pH meter beserta larutan buffer pH Dalam segi perawatan dan penyimpanan, elektroda yang diperuntukan untuk sampel makanan dan minuman haruslah segera dibersihkan setelah digunakan. Hal ini untuk mencegah tertinggalnya residu sampel pada badan elektroda khususnya pada bagian balb. Jika terdapat residu yang tertinggal pada balb elektroda, maka elektroda tersebut harus dibersihkan menggunakan cairan pembersih khusus elektroda, yakni dengan merendamnya dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan petunjuk yang diarahkan. Untuk penyimpanan, selalu simpan elektroda dengan posisi balb elektroda terendam dalam larutan penyimpan storage solution sehingga balb elektroda tetap terhidrasi dengan optimal. Referensi Appoldt, Yvonne dan Gina Raihani. 2017. Determining Moisture Content, diakses pada Hari Jumat Tanggal 2 Juli 2021 Pukul WIB Badan Standardisasi Nasional. 1992. Standard Nasional Indonesia Nomor 2891 ā€œCara Uji Makanan dan Minumanā€ Food and Drugs Administration. 2014. Water Activity wa in Foods, diakses pada Hari Selasa Tanggal 6 Juli 2021 Pukul WIB Nielsen, 2010. Food Analysis Fourth Edition. West Lafayette Springer Thermo Scientific. 2014. Application Note Measuring pH of Non Aqueous and Mixed Samples. Thermo Scientific. 2014. PH Measurement Handbook. Velp Scientifica. 2015. Application Note Crude Fat Determination in Meat Products. Italy Velp Scientifica Company
Salahsatu prosedur yang dilakukan adalah pengujian produk di laboratorium. Saat ini, proses pengujian dilakukan secara luas baik oleh laboratorium dari instansi pemerintah, sektor industri (supplier bahan baku dan produsen pangan) dan lembaga penelitian/ universitas.
Prosespengujian harus mencakup: Nilai gizi untuk mengurangi risiko pelabelan dan memberikan pemantauan kualitas yang nyata Pengukuran kualitas produk untuk membuktikan bahwa produk dapat diterima oleh konsumen dalam hal nutrisi, tingkat mikroba, keamanan, penampilan, tekstur, dan lainnya Contohnyamenyerupai estimasi usia pajang produk sanggup besar lengan berkuasa terhadap frekuensi dan biaya pengiriman. Lalu kemungkinan adanya problem penggunaan yang signifikan sanggup menjadikan perlunya pelengkap isu labeling, periklanan, dan sebagainya. 2. Pengujian Preference and Satisfaction Testing (Preferensi dan Kepuasan) .
  • 3doj5g90pe.pages.dev/309
  • 3doj5g90pe.pages.dev/866
  • 3doj5g90pe.pages.dev/197
  • 3doj5g90pe.pages.dev/506
  • 3doj5g90pe.pages.dev/59
  • 3doj5g90pe.pages.dev/125
  • 3doj5g90pe.pages.dev/442
  • 3doj5g90pe.pages.dev/523
  • 3doj5g90pe.pages.dev/499
  • 3doj5g90pe.pages.dev/849
  • 3doj5g90pe.pages.dev/164
  • 3doj5g90pe.pages.dev/112
  • 3doj5g90pe.pages.dev/688
  • 3doj5g90pe.pages.dev/688
  • 3doj5g90pe.pages.dev/946
  • proses pengujian produk makanan